Pemerintah akan mengubah tata kelola pendidikan. Ke depan, urusan pendidikan tidak lagi hanya menjadi kewenangan daerah tapi akan menjadi urusan bersama antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Hal tersebut akan masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah sepakat bahwa pendidikan menjadi urusan bersama. ”Internal pemerintah sepakat pendidikan menjadi urusan bersama. Dengan demikian, tidak semua didaerahkan. Maka akan dilakukan penataan ulang,” ujar Nuh.
Menurutnya, paling tidak ada tiga hal krusial yang akan ditarik menjadi kewengan pemerintah pusat. Yakni yang terkait dengan menjaga keutuhan nasional, menghindari politik domestik, dan terkait dengan standar mutu. ”Harus ada kurikulum nasional yang dipegang pusat untuk menjaga keutuhan. Guru kemungkinan besar akan ditarik ke pusat untuk menghindari dampak politik lokal,” tutur mantan Menkominfo itu.
Rekonstruksi Kewenangan
Diharapkan, dengan ditariknya sejumlah kewenangan pendidikan ke pusat, dapat menciptakan penataan ulang sistem pendidikan ke arah yang lebih baik sehingga akan terjadi rekonstruksi pembagian kewenangan pendidikan. Diprediksi, revisi undang-undang tersebut akan rampung pada akhir masa sidang DPR berikutnya. ”Mudah-mudahan revisi ini bisa diselesaikan akhir masa sidang depan,” imbuhnya.
Menurut Nuh, kebijakan bidang pendidikan kerap tidak berjalan maksimal karena adanya UU 32/2004 tersebut. Urusan pendidikan masuk ke dalam kewenangan atau otonomi daerah. Nuh juga mengatakan, meski dalam UUD 1945 diatur tentang 20% anggaran fungsi pendidikan dari APBN, hal itu belum bisa dimaksimalkan untuk mengembangkan dunia pendidikan.
Sebab, lan jutnya, tidak dapat dimungkiri, setengah lebih dari anggaran yang ada itu dipergunakan untuk membayar gaji dan tunjangan guru.
Karena itu, tata kelola anggaran pendidikan belum bisa dilakukan secara maksimal. ”Ke depan, apa yang krusial dari sisi tata kelola, menyangkut distribusi sampai pemanfaatan alokasi bisa diperbaiki untuk memenuhi prinsip prioritas dan kuntabilitas,” harap mantan Rektor ITS itu.
Nuh mencontohkan kekacauan penggunaan anggaran dana transfer daerah. Dari Rp 136 triliun dana alokasi umum (DAU), yang digunakan untuk membayar gaji guru PNS daerah hanya Rp 115 triliun. ”Ada sekitar Rp 12 triliun yang tidak bisa dikendalikan untuk apa. Jadi, seharusnya ada saldo Rp 12 triliun yang jika ditarik ke pusat bisa dimanfaatkan untuk merampungkan RKB dan USB,” tuturnya.