Nasib guru honorer kian hari kian memprihatinkan. Gaji mereka juga masih jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK). PB PGRI sebagai wadah guru honorer merasa perlu mendorong pemerintah menyediakan anggaran Rp 12 triliun dalam APBN 2014.
”Jumlah tersebut untuk memberi tunjangan bagi satu juta guru honorer di Nusantara. Tunjangan itu sedemikian dibutuhkan karena gaji mereka rata-rata hanya Rp 200.000 per bulan. Menyedihkan memang nasib rekan-rekan guru honorer ini,” tutur Ketua Umum PB PGRI Dr H Sulistyo kepada Suara Merdeka, Minggu (28/7).
Sulistyo mengaku sulit menilai gaji itu untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Lebih-lebih membiayai sekolah anak-anak mereka. Ironi muncul ketika anak guru tak bisa bersekolah lantaran terganjal persoalan gaji orang tua yang rendah.
Survei PGRI menyebutkan, gaji guru dikatakan cukup apabila bisa memenuhi sejumlah komponen. Dimulai dari kemampuan mencukupi kebutuhan keluarga, membeli peralatan penunjang, hingga menabung untuk anak istri. Tanpa itu semua, sulit menjadikan guru di Indonesia bersikap profesional.
Menurut Sulistiyo, guru minimal harus berpenghasilan Rp 3,6 juta. Namun kondisi ideal itu masih sebatas dirasakan oleh guru PNS atau swasta yang mendapat sertifikasi dari pemerintah. Selebihnya, lanjutnya, nasib guru honorer masih jauh panggang dari api.
Kondisi itu bila dibiarkan berlarut-larut dikhawatirkan memunculkan kesan menzalimi profesi guru secara sistematis.
Sulistiyo menambahkan, anggaran Rp 12 triliun itu diusulkan untuk mencukupi pemberian tunjangan Rp 1 juta bagi satu juta guru honorer.
Pendanaan tersebut relatif kecil dibanding manfaat yang akan diterima masyarakat dengan tersedianya aktivitas pembelajaran di satu juta kelas.
Selama ini, kekurangan guru di satu juta kelas tercukupi karena peran para guru honorer itu. Karena itu, kata dia, sudah semestinya pemerintah kemudian memberikan perhatian lebih dengan menyediakan anggaran yang mencukupi untuk mereka.
”Sejauh ini, wilayah yang memiliki perhatian cukup untuk guru honorer masih sebatas Provinsi DKI. Guru honorer di tempat itu tunjangannya bisa mencapai Rp 2,5 juta per bulan. Kapan daerah lain bersikap serupa seperti Jakarta?” tanya Sulistiyo.