DPR meminta kepada pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan revitalisasi menyeluruh terhadap perpustakaan. Diharapkan perbaikan mutu, pelayanan, dan ketersediaan koleksi buku di masing-masing perpustakaan bisa membangun budaya membaca masyarakat.
"Dari hasil kunjungan kerja Komisi X di daerah, perpustakaan masih dianggap sekadar pelengkap dan atribut pendidikan, baik oleh masyarakat maupun pimpinan daerah. Perpustakaan masih dilihat sebagai penampungan orang-orang yang kariernya sudah mandek dan akan mencapai usia pensiun," ujar anggota Komisi X, Abdul Kadir Karding.
Atas dasar itu, dia berharap kepada pemerintah melakukan revitalisasi perpustakaan, baik dari segi fisik, pelayanan, maupun ketersediaan buku. Dengan demikian, keberadaannya bisa benar-benar bermanfaat baik masyarakat maupun komunitas sekitar.
"Kami ingin perpustakaan ke depan memiliki daya tarik bagi masyarakat, bahkan bisa menjadi tempat pilihan untuk berakhir pekan. Harus diciptakan perpustakaan yang nyaman untuk menjadi ruang membaca," ungkapnya.
Dengan adanya perubahan tersebut, diharapkan paradigma perpustakaan sebagai unit pelengkap, berangsur-angsur bisa hilang. Karena itu, perpustakaan harus dikelola oleh sumber daya manusia yang andal, yang memiliki visi-misi untuk mengembangkan eksistensi perpustakaan dan menciptakan budaya membaca di masyarakat.
"Perlu merekrut pustakawan-pustakawan andal dan profesional, baik lewat penyediaan formasi PNS maupun pelatihan pustakawan, selain peningkatan sarana-prasarana. Selain itu, perlu mendorong agar perpustakaan menjadi badan," ujarnya.
Menurutnya, roh dari perpustakaan adalah buku. Karena itu, penyediaan buku yang lebih variatif menjadi salah satu solusi utama yang harus dilakukan pemerintah dan pengelola perpustakaan.
Dukung Peningkatan Anggaran
"Perlu didorong pengadaan perpustakaan yang lebih masif di desa-desa maupun komunitas-komunitas. Dengan demikian, minat baca masyarakat meningkat dan akhirnya informasi dan pengetahuan yang didapat semakin bagus, sehingga ujungnya peningkatan kualitas hidup masyarakat juga semakin baik," imbuhnya.
Pihaknya mendukung peningkatan anggaran untuk perpustakaan. "Memang masih diperlukan peningkatan anggaran, meskipun dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan sudah menyebutkan minimal alokasi anggaran untuk perpustakaan 5% dari APBN dan APBD," katanya.
Dalam Laporan Rencana Kerja Anggaran Kementerian lembaga (RKA-KL) 2014, dijelaskan bahwa pagu anggaran sementara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dalam RAPBN TA 2014 sebesar Rp 435 miliar. Jumlah tersebut naik sekitar 2,5% dari tahun APBN 2013, yakni Rp 424 miliar.
Kepala PNRI Sri Sularsih juga mengajukan usul tambahan anggaran melalui inisiatif baru TA 2014 sebesar Rp 290 miliar. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan gedung fasilitas layanan Perpusnas sebesar Rp 202 miliar, Rp 17 miliar untuk pengembangan perpustakaan digital, dan bantuan pengembangan perpustakaan sebesar Rp 18 miliar.