Penuntasan kasus pengendapan uang tunjangan profesi guru di pemda senilai Rp 10 triliun butuh waktu lama. Saat ini pemerintah menerjunkan tim dari Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP) untuk melakukan audit. Mereka diberi deadline hingga Oktober depan.
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Irjen Kemendikbud) Haryono Umar menuturkan, penunjukan BPKP sebagai eksekutor audit tunjangan sertifikasi guru itu diputuskan lintas kementerian. Dia mengatakan hasil rapat terakhir di Kemenkokesra, memutuskan tim yang turun ke daerah harus BPKP. Dalam rapat itu juga dihadiri tim dari Kemenkeu, Kemendagri, dan Kemenag.
Haryono mengakui bahwa penuntasan pembayaran tunjangan yang mampet ini butuh waktu lama. Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menuurkan, auditor internal Kemendikbud tidak bisa turun ke pemda untuk melakukan intervensi langsung. "Sebab pemda itu bukan satker (satuan kerja) Kemendikbud. Mereka lebih dekat dengan Kemendagri," ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut dia ada dua versi terkait jumlah tunjangan sertifikasi guru yang mengendap. Dari pihak masyarakat termasuk guru, jumlah uang yang mengendap mencapai Rp 8 triliun. Sedangkan dari perhitungan Itjen Kemendikbud, uang tunjangan profesi/sertifikasi guru yang mengendap ada Rp 10 triliun.
"Di situlah fungsi auditor BPKP. Akan mengauditsebenarnya ada berapa uang yang mengendap," kata dia. Informasi tentang keberadaan uang yang mengendap ini sudah muncul sejak awal tahun ini. Dulu Kemendikbud sempat meminta bantuan KPK untuk mengatasinya. Alasannya adalah, KPK lebih flesibel dan tidak terikat alur birokrasi yang rumitdan berjenjang.
Haryono mengatakan, fungsi tim dari BPKP ini ada banyak. Selain teknis mengaudit, mereka juga bakal memberikan sejumlah rekomendasi. Khusus tentang keberadaan uang yang mengendap, BPKP bisa merekomendasikan ditarik lagi ke pusat atau opsi lainnya. "Sekarang kami di kementerian belum memiliki gambarannya," tandas Haryono.
Rekomendasi lebih besar lagi, BPKP busa mengusulkan perubahan ekstrim pencairantunjangan sertifikasi guru untuk APBN 2014 nanti. Haryono mengakui saatini banyak sekali usulan perubahan sistem pencairan tunjangan sertifikasi guru yang masuk ke Itjen Kemendikbud. Diantaranya adalah, pencairan tunjangan tidak lagi mampir ke kas atau rekening pemkab atau pemkot. "Sebaliknya dari Kemenkeu langsung ke rekening guru. Itu usulan yang menguat," tandasnya.
Ketika pencairan tunjangan sertifikasi mampet, tentu pemda sangat diuntungkan. Dengan asumsi seluruh uang tunjangan sertifikasi guru itu disimpan dalam bentuk deposito dengan bunga simpanan 6 persen per tahun, pemda bisa mendapatkan Rp 600 miliar (sebelum dipotong pajak). Menurut Haryono, bunga simpanan dari tunjangan sertifikasi yang mampet itu tidak boleh dinikmati pemda dan harus dikembalikan ke negara.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Siti Juliantari mengatakan, selama ini pemerintah beralasan tunjangan sertifikasi guru mampet karena guru yang bersangkutan belum atai dak mengajar 24 jam tatap muka/pekan. Dia mengatakan tunjangan profesi tetap diberikan meskipun guru belum mengajar 24 jam/pekan. "Tunjangan profesi ini kan untuk setiap guru yang telah memegang sertifikat profesional," tandasnya. Perkara ada guru yang belum mengajar 24 jam tatap muka/pekan, nominal tunjangannya bisa disesuaikan.
Menurut Tari, nama akrabnya, tunjangan guru yang macet tidak hanya untuk guru PNS. Dia mengatakan tunjangan serupa untuk guru non PNS juga tersendat. Padahal pencairan tunjangan untuk guru non PNS dicairkan oleh pemerintah pusat.