JAKARTA - Akhirnya secara tidak langsung kerusuhan mesir berdampak pada pendidikan Indonesia. Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi membatalkan pemberangkatan 60 pelajar yang mendapatkan beasiswa studi pascasrja di Mesir. Sebagai gantinya pelajar itu dikuliahkan di Maroko dan di dalam negeri.
Kepastian pembatalan pemberangkatan pengiriman pelajar Indonesia ke Mesir ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag Nur Syam.
"Seandainya kondisi Mesir normal, pekan ini para pelajar tadi sudah berada di sana untuk memulai kuliah," kata mantan rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya itu kemarin.
Nur Syam merinci bahwa 20 pelajar diantaranya merupakan penerima beasiswa studi tingkat lanjut yang didanai oleh Kemenag. Lalu sisanya sekitar 40 pelajar penerima beasiswa studi oleh pemerintah Mesir sendiri.
Nur Syam memastikan kedua jalur beasiswa itu sama-sama distop. Pemerintah Indonesia tidak mau mengambil resiko dengan memaksakan pengiriman pelajar disaat kondisi Mesir sedang bergolak.
Menurut Nur Syam saat ini sedang dikaji dua skema penggantian beasiswa tadi. Pertama adalah para pelajar yang gagal berangkat itu dikuliahkan di kampus PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) yang ada di Indonesia. "Dengan tetap menerima beasiswa, nilainya sama dengan yang diterima di Mesir," kata dia.
Lalu skema kedua adalah mengubah negara jujukan pengiriman pelajar dari Mesir ke Maroko. Nur Syam mengatakan pemerintah Indonesia sudah menjalin kerjasama urusan pendidikan dengan pemerintah Maroko. Dia juga mengatakan kualitas pendidikan keagamaan di Maroko tidak kalah dibandingkan dengan di Mesir.
Selain itu Nur Syam juga mengatakan nasib pelajar Indonesia yang sedang menjalankan studi di Mesir. "Saat ini jumlah pelajar Indonesia di Mesir sekitar 5.000 orang," tandasnya. Sampai saat ini Nur Syam mengatakan belum ada kepastian rencana evakuasi. Baik itu pemulangan pelajar ke Indonesia atau evakuasi ke negara tetangga Mesir.
Dia menjelaskan Indonesia memiliki pengalaman evakuasi pelajar ketika pecah kisruh di Yaman beberapa waktu lalu. "Saat itu berhasil. Evakuasi di Suriah dulu juga berhasil," jelas Nur Syam.
Untuk kasus di Mesir, dia mengatakan masih menunggu perkembangan terkini dari KBRI di Kairo. Menurutnya jika kondisi sudah sangat parah dan mengancam keselamatan pelajar Indonesia, pihak KBRI di Kairo pasti memberikan sinyal darurat.
Nur Syam mengatakan biasanya pelajar Indonesia mengirim surat darurat kepada KBRI setempat. Setelah surat itu diterima KBRI, lalu langsung dikirim ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jakarta. "Setelah sampai di Kemenlu, langsung ditembuskan juga di Kemenag. Sampai saat ini saya belum terima surat darurat dari pelajar Indonesia di Mesir," urainya.
Jika nanti proses evakuasi pelajar di Mesir tidak bisa dihindari, Nur Syam mengatakan sudah menyiapkan dua skenario. Pertama adalah pemulangan pelajar secara penuh dan melanjutkan studi di kampus-kampus yang ada di Indonesia. Kedua menunggu sampai kondisi Mesir kembali kondusif, lalu melanjutkan kuliah sesuai dengan saat mereka dipulangkan atau dievakuasi.
Menurut Nur Syam saat ini pelajar Indonesia terkosentrasi di Universitas Al Azhar dan Universitas Kairo yang keduanya berada di Kairo, Mesir. Selain itu juga juga kuliah di Universitas Suez Canal (100 km arat timur Kairo).
Nur Syam juga menyebutkan bahwa Menag Suryadharma Ali telah mengeluarkan himbauan supaya pelajar Indonesia di Mesir tidak ikut-ikutan dalam urusan politik setempat. Himbauan ini dikeluarkan mengingatkan dalam konflik politik di Yaman dulu, pelajar Indonesia ada yang melibatkan diri.
Sementara itu Menlu Marti M. Natalegawa menyorot perkembangan terakhir aksi kekerasan di Mesir yang terus menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. "Tidak ada tempat bagi penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan," kata dia kemarin.
Marty meminta seluruh pihak perlu menahan diri, mengedepankan semangat untuk mencapai kompromi, menghindari aksi kekerasan, menghormati HAM, dan mengedepankan cara-cara damai serta konstitusional.
"Indonesia mendorong masyarakat internasional termasuk PBB untuk mendorong dan mendukung proses rekonsiliasi dan adanya solusi sesuai kehendak rakyat dan bangsa Mesir," tandasnya.
Jika tidak terdapat solusi bijak yang mengedepankan semangat kompromi, diprediksi situasi di Mesir bakal semakin memburuk. Terkait perlindungan WNI di Mesir, dihimbau untuk menghindari tempat kerumunan masa dan tidak ikut terlibat dalam masalah dalam negeri Mesir.
"WNI harus terus pelihara komunikasi dengan KBRI untuk memastikan perlindungan WNI di Mesir," jelas dia. Saat ini KBRI di Kairo diinstruksikan terus memantau keadaan di Mesir, termasuk menyiapkan langkah-langkah antiipasi menghadapi kemungkinan terburuk.