Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya merilis hasil pemeriksaanya terhadap penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012 dan 2013. Kesimpulannya, selain terjadi kekisruhan, BPK menemukan indikasi anggaran ganda antara APBN dengan APBD.
Anggota BPK, Rizal Jalil saat penyampaian hasil pemeriksaan itu di kantor BPK, Jakarta, Kamis (19/9) mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan untuk menilai proses perencanaan dan pelaksanaan UN dengan tujuan diselenggarakannya UN, serta menilai kepatuhan penyelenggaraan UN pada ketentuan perundang-undangan.
Hasilpemeriksaan menunjukkan masih adanya kelemahan dalam perencanaan, terutama kelemahan penyelenggara UN dalam mengantisipasi pengaruh perubahan jumlah varian soal dari 5 variasi tahun 2012 menjadi 20 variasi tahun 2013, terhadap rentang waktu pencetakan dan distribusi naskah soal.
Selain itu, penyelenggara dinilai tak optimal memberikan peringatan dini terhadap keterlambatan pencetakan dan distribusi naskah soal UN.
"Kondisi ini mengakibatkan terjadinya kekisruhan pelaksanaan UN setidaknya di 11 provinsi, adanya biaya tambahan fotocopy lembar jawaban UN, biaya pengawasan serta terlambatnya sistem pemindahan dan scooring hasil UN," kata Rizal Jalil.
Selain masalah perencanaan, koordinasi dan organisasi penyelenggaraan UN juga belum optimal. BPK juga menilai koordinasi antara Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Kemdikbud dan pemerintah daerah belum optimal dalam menentukan porsi pembiayaan UN yang ditanggung APBN dan APBD.
Kondisi itu berakibat pada munculnya potensi duplikasi anggaran APBN dan APBD sekurang-kurangnya sebesar Rp 62.252.398.166. "Dan dana penyelenggaraan UN per 31 Mei 2013 di deerah yang masih ada di rekening bendahara dan belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 51.214.182.134," ungkapnya.