Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan
menuturkan, pihaknya akan memprioritaskan program e-sabak di daerah
terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) terlebih dahulu. Ini sesuai
dengan arahan Presiden RI yang disampaikan dalam rapat kabinet yang
digelar di Jakarta, Rabu (7/1/2015).
Khusus untuk program ini, prioritas pertama adalah wilayah perbatasan
dan daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih rendah.
Mendikbud mengatakan, prioritas tersebut diberikan kepada beberapa
wilayah di Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara. “Namun, prioritas utama
adalah di daerah perbatasan. Kalau di Nusa Tenggara Timur dan Papua,
kecenderungannya kita lebih dominan daripada tetangga kita, tetapi kalau
di Kalimantan kita harus dorong supaya kita tidak inferior di wilayah
sendiri,” ungkapnya.
Alasan lain memprioritaskan daerah 3T adalah karena wilayah tersebut
selama ini sulit terjangkau oleh pengiriman logistik buku-buku
pelajaran.
Sebelum memulai pembelajaran melalui e-sabak, pengguna juga akan
diberikan pelatihan. Namun, Mendikbud mengingatkan agar tidak meremehkan
kemampuan anak-anak di wilayah tersebut. “Kalau teman-teman pernah
lihat rekamannya, ada sebuah perkampungan yang tidak pernah melihat
tablet sama sekali, kemudian diberikan tablet dan dalam waktu beberapa
hari, anak-anak itu sudah canggih sekali mengoperasikan alat tersebut.
Bahkan dikunci pun mereka sudah tahu bagaimana membuka kuncinya. Jadi,
menurut saya, jangan under estimate kemampuan anak-anak kita,” katanya.
Mendikbud menjelaskan, pihaknya telah menganggarkan program ini dan
akan dimulai sesegera mungkin. Namun, arahan Presiden yang meminta
memprioritaskan daerah 3T terlebih dahulu, Mendikbud mengaku harus
menyesuaikan anggaran tersebut dengan kebutuhan, sehingga belum dapat
menyebut angkanya. “Dalam minggu-minggu ke depan, kita harapkan sudah
ada outline proses implementasinya seperti apa. Yang pasti orientasinya
bukan daerah perkotaan dulu, tetapi wilayah 3T,” lanjutnya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Mendikbud menuturkan, nantinya program
ini akan dilayani secara “manage service”. Artinya, penerima tablet juga
mendapat layanan jaringan berupa akses internet dan aplikasi berupa
buku elektronik. Dan jika terjadi masalah, maka bukan sekolah yang
memperbaiki, tetapi penyedia layanan yang harus memastikan pengguna
mendapatkan layanan sebaik mungkin. “Layaknya mesin foto kopi yang
disewa kantor, jika terjadi masalah, maka bukan kantor yang memperbaiki,
tetapi penyedia jasa foto kopi itu,” contoh Mendikbud.
Mendikbud berharap, melalui e-sabak ini ketimpangan akses pendidikan
berkualitas dapat dikurangi. Itu karena mereka yang berada di daerah 3T
bisa mendapat kualitas pengetahuan dan informasi yang sama dengan siswa
yang berada di kota-kota besar.
Penggunaan tablet untuk pembelajaran ini juga sudah dilakukan oleh
sekitar 1.200 siswa SMA Terbuka yang dimulai tahun lalu. Mendikbud
mengatakan, ini menjadi salah satu bahan yang dapat digunakan untuk
melihat bagaimana implementasi penggunaan tablet dalam pembelajaran di
lapangan.