Indikasi adanya permainan dalam penambahan pengusulan database honorer kategori dua (K2) di Kota Baubau, Sultra, membuat honorer yang benar-benar mengabdi tak menerima. Verifikasi yang dilakukan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Baubau terhadap usulan honorer K2 yang datang dari SKPD, dianggap meragukan. Pasalnya ditemukan tenaga honorer yang justru telah melakukan pengabdian nyata sebagai guru di SDN 2 Katobengke sejak tahun 2005, Wa Ode Hasminar, tidak diakomodir dalam usulan K2 Kota Baubau.
Buntut dari masalah tersebut, Wa Ode Hasminar didampingi kuasa hukum insidentilnya, La Ode Isya Ansari menggugat perdata Walikota Baubau AS Thamrin, Kepala BKD Kota Baubau, Roni Muhtar dan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Drs Masri."Saat ini gugatannya sudah rampung kita susun, karena akhir pekan lalu Pengadilan Negeri(PN) Baubau libur, maka gugatannya kita akan daftar Senin (hari ini)," jelas Isya Ansari.
Menurut La Ode Isya, sebelum melakukan gugatan terhadap sejumlah pihak terkait dalam masalah tersebut, Wa Ode Hasminar sudah pernah melakukan upaya mengajukan keberatan saat uji publik diumumkan baik secara tertulis maupun langsung kepada pihak BKD dan Dinas Pendidikan sebagai instansi terkait.Sayang komplain yang dilakukan oleh Wa Ode Hasminar tidak membuat BKD untuk mengakomodir yang bersangkutan masuk dalam kouta database K2, diKota Baubau.Padahal Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Baubau sebagai lembaga tempat bernaungnya sudah merekomendasikan yang bersangkutan kepada BKDD untuk diakomodir dalam database K2 sejak tanggal 3 April 2013.
"Sebagai kelengkapan bukti bahwa klien kami (Wa Ode Hasminar) benar-benar telah melakukan pengabdian sejak tahun 2005 dikuatkan dengan absensi dan keterangan telah melaksanakan tugas dari sekolah yang bersangkutan," tambahnya.Dalam gugatan tersebut Wa Ode Hasminar menuntut kerugian materil senilai Rp 1,1 miliar kepada Pemkot Baubau akibat tidak mengakomodir yang bersangkutan dalam daftar peserta CPNS yang akan mengikuti tes seleksi melalui jalur database K2. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan jumlah gaji yang diterima tenaga pengajar termasuk tunjangan pensiun yang dikalkulasi dengan umur masa kliennya."Dengan tidak diakomodirnya klien kami dalam daftar database K2 sudah pasti sangat merugikan, karena klien kami pun punya hak yang sama untuk diangkat sebagai PNS," tukasnya.Sementara itu, Kepala BKDD Kota Baubau Roni Muhtar sampai saat ini belum mau memberikan komentarnya terkait persoalan K2 di Kota Baubau. Roni memilih bungkam dan lebih fokus mengomentari persoalan K1 Kota Baubau yang saat ini juga sementara bermasalah.
Ditempat berbeda, Komite Independen Untuk Demokrasi (KID) Indonesia,Gunardin Eshaya prihatin atas kondisi tersebut. Carut marut persoalan database honorer K2 Kota Baubau yang berujung dimeja hijau justru semakin menguatkan bahwa tambahan 10 orang yang konon sudah melewati tahapan verifikasi ditingkat SKPD, semakin meragukan."Yang menjadi persoalan kenapa honorer yang kemudian menggugat itu tidak diakomodir, menjadi lucu kemudian muncul tambahan 10 orang yang konon sudah melalui tahapan verifikasi tetapi disisi lain ada yang mengajukan komplain justru tidak diakomodir," jelasnya. (ode/awl)